Aku langsung asik memperhatikan
titik-titik air yang jatuh tak beraturan dari payung yang tak lagi mengembang
dalam genggamanku sesaat setelah duduk dalam pete-pete (angkot). Alhamdulillah
dapat tempat favorit, eh bukan favorit sih. Sedikit tentangku, aku tidak
sanggup naik kendaraan yang satu ini, kalaupun terpaksa paling sering duduk
dekat pintu. :)
Rinai hujan masih sangat deras, bahkan
beberapa jalan sudah berselimut banjir. Ku perhatikan sekelilingku.
Penumpang-penumpang lain tak jauh-jauh beda modelnya denganku; tangan memegang
payung yang basah.
“Kiri, Pak.” Pemilik suara itu segera
turun sesaat setelah pete-pete berhenti.